Siapakah sambal?
Para pakar kuliner punya
penjelasan yang jamak: ialah salah satu menu pelengkap untuk mencetuskan
sensasi pedas pada lidah akibat dari stimulus panas. Sayangnya, meski pedas sering
disebut sebagai rasa, sesungguhnya ia tak tertera dalam kategori yang
disebut-sebut dalam peta anatomi lidah.
Saya dan Inggried sesungguhnya adalah
penggemar sambal sejati (meski saya sering dikutuk oleh lambung sendiri).
Cobalah mengintip koleksi resep sambal yang kami punya. Mulai dari sambal cabai hijau, hingga yang berkolaborasi dengan bahan lain seperti sambal gandaria, sambal kacang panjang, hingga sambal jengkol.
Meski begitu tak bisa disangkal
bahwa komposisi utama nyaris segala sambal didominasi oleh cabai yang aslinya berasal
dari Amerika Tengah dan Selatan. Dalam artikel “Chile Pepper History and Chile
Pepper Glossary” yang dikutip Majalah Tempo Edisi Khusus Antropologi Kuliner
Indonesia, cabai yang berfungsi sebagai makanan penghangat dibawa Colombus saat
kembali ke Spanyol dari Amerika. Cabai lalu ditanam di biara-biara di Portugis
dan Spanyol, kemudian dibawa serta untuk dikembangkan dalam misi kolonial.
Tanaman ini istimewa selain karena menghangatkan, kala itu harganya lebih murah
dari lada.
Sejatinya, sambal Nusantara tak melulu berbahan cabai dan tak melulu dalam tekstur pasta sebagaimana yang disinggung para ahli kuliner. Sambal bahkan dapat kering kerontang dan bisa berupa irisan sederhana namun luar biasa rasanya seperti sambal dabu-dabu.
Oiya, sambal bisa juga sangat
cair sekali. Yang satu ini mungkin bisa ditilik dari siasat para penjual bakso
yang mengalami krisis kala harga cabai mahal. Pada momentum tersebut, yang
disebut sambal adalah ulekan sedikit cabai ditambah banyak lada dan kuah
melimpah. Meski wujudnya kuah, tapi maknanya adalah sama: memberi cita rasa
pedas.
Sebagai condiment, sambal cenderung disejajarkan dengan dipping sauce. Namun benarkah sambal dan
sejenisnya hanya berperan sekadar cocolan belaka? Pelengkap? Penyelaras? Atau
malah perusak rasa?
Bagi saya, sambal dalam konteks
makanan Indonesia adalah condiment pengritik
dan pengoreksi. Ia sebenarnya memberi ralat bahkan kepada rasa yang sudah bisa
dianggap paripurna. Tak pandang makanan itu mau menyampaikan kesan asin, legit,
pahit, masam, maupun umami si gurih, tetaplah sambal bisa dikawinkan di sana.
Saking pentingnya sambal, makanan
yang sebenarnya sudah sempurna dengan bumbu dan bahan terbaik pun masih
memerlukan kehadirannya. Sebutlah menu-menu ikan bakar tak jauh dari kampung nelayan
yang sudah jelas segar bahan bakunya. Sudah disodori ikan bakar, masih juga
kita cari-cari si sambal.
Para pelajar Tanah Air yang
merantau ke manca negara bahkan masih belum sreg kalau saus sambalnya bukan
yang dibawa dari kampung halaman. Saya jadi berpikir apakah ketergantungan pada
si sambal sesungguhnya melampaui kebutuhan lidah belaka?
Sambal dan pedas yang
dihasilkannya adalah pengoreksi rasa dan bukan penista. Secara berlebihan dapat
dikatakan kalau makanan lain lah yang membutuhkan sambal. Sementara itu, sambal berhak
sombong dengan kemandiriannya sebab tak masuk dalam kategori-kategori yang
dihasilkan indera pencecap.
Sesungguhnya kita membutuhkan
sambal karena diam-diam kita butuh gejolak. Tanpa kritik, percayalah, santapan
akan membosankan. Dan lima rasa yang sudah mapan di lidah kita tak lebih
sebagai terjemahan belaka. Sungguh!
------
Ps.
Sebagian foto sambal milik @inggriedewe dan koleksi lama saya, karena hari ini belum sempat nyambal 😁
SAMBAL !!i have never heard of this dish but this article is great as i love spicy food and its a dish made of spices green chilli sauce served with fish and vegies.
ReplyDeleteExcellent and nice post. It will beneficial for everyone. Thanks for sharing such a wonderful post. Avail No 1 Dissertation Help UK from certified PhD writers. It is extremely helpful for me. You can email us at info@ukdissertationhelp.co.uk or Phone Number - 020 8144 9988.
ReplyDeleteVisit here:- Dissertation Help
terima kasih informasinya
ReplyDeleteVisit Us